JATININGSIH





Gua Maria Sendang Jatiningsih. Gua ini berada di Dusun Jitar, Desa Sendangarum, Kec. Moyudan, Kab. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi atau umum, sekitar 17 km arah barat Tugu Yogyakarta sebelum Jembatan Ngapak di atas Kali Progo.

“Di tempat ini kita meneng, agar wening dan dunung” adalah pesan Bapak Uskup pada tanggal 17 Desember 2000. Di tempat ini kita berdiam diri sejenak, agar dengan keheningan dan kekhusukan kita dapat menyiapkan hati dan batin kita untuk menyapa Allah Yang Maha Kuasa.


Lokasi yang juga tidak jauh dari rumah, membuat warga sangat akrab dengan Gua Maria di mana terdapat sumber mata air “Tirto Wening Banyu Panguripan” yang pernah diberkati oleh Uskup Purwokerto, Mgr. J. Sunarka, S.J. pada tanggal 27 Oktober 2002. Selain untuk meneng, kami dapat menikmati indahnya pemandangan alam di sekitar gua. Suara riak air Kali Progo menambah suasana di sini menjadi sangat eksotik.

Selengkapnya bisa kalian lihat di sini

SENDANG SONO





Sendangsono adalah tempat ziarah Goa Maria yang terletak di Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Gua Maria Sendangsono dikelola oleh Paroki St. Maria Lourdes di Promasan, barat laut Yogyakarta.
Tempat ini ramai dikunjungi peziarah dari seluruh Indonesia pada bulan Mei dan bulan Oktober. Selain berdoa, pada umumnya para peziarah mengambil air dari sumber. Mereka percaya bahwa air tersebut dapat menyembuhkan penyakit.
Catatan terkait memperlihatkan, Sendangsono awalnya merupakan tempat pemberhentian (istirahat sejenak) para pejalan kaki dari Kecamatan Borobudur Magelang ke Kecamatan Boro (Kulon Progo), atau sebaliknya. Tempat itu banyak dikunjungi karena keberadaan sendang (mata air) yang muncul di antara dua pohon sono.
Kesejukan dan kenyamanan tempat itu ternyata juga dimanfaatkan untuk bertapa oleh sejumlah rohaniawan Buddha dalam rangka mensucikan dan menyepikan diri. Nilai spiritualistik muncul dan menguat seiring dengan adanya kepercayaan yang didasarkan pada suatu legenda bahwa tempat itu juga dihuni Dewi Lantamsari dan putra tunggalnya, Den Baguse Samija.
Dari situ bisa dilihat bahwa sebenarnya nilai rohani Sendangsono sudah terbangun sebelum Gereja Katolik berkarya di tempat itu.
Keberadaan Sendangsono tak luput dari peran Romo Van Lith SJ, rohaniawan Belanda yang lama tinggal di Pulau Jawa. Hal itu juga menandakan bahwa Sendangsono tidak bisa dilepaskan dari lingkaran sejarah Gereja Katolik di Pulau Jawa mengingat Romo Van Lith sendiri merupakan salah satu rohaniwan yang menyebarkan ajaran Katolik di Pulau Jawa.

Selengkapsnya bisa kalian lihat di sini